
Hari Pangan Sedunia 2022, Serikat Petani Ingatkan Angka Kelaparan Makin Tinggi
Serikat Petani Indonesia (SPI) mengatakan peringatan hari pangan sedunia pada tahun ini dibayang-bayangi oleh ancaman krisis pangan.
Kekhawatiran krisis pangan itu bersumber dari catatan badan pangan dunia (FAO) terkait kenaikan harga pangan global.
Ketua Umum SPI, Henry Saragih menyebutkan pada Maret 2022 lalu, indeks pangan FAO (FFPI) mencatat kenaikan tertinggi sepanjang sejarah yakni di level 159,7.
“Walau saat ini situasi berangsur-angsur menurun hingga bulan September, secara umum indeks harga pangan Januari hingga Oktober lebih tinggi dari indeks harga dua tahun sebelumnya,” tutur Henry melalui keterangan tertulis pada Ahad, 16 Oktober 2022.
Krisis pangan juga berkaitan dengan jumlah orang kelaparan berdasarkan Global Report on Food Crisis (GRFC) dan The State of Food Security and Nutrition in the World (Sofi).
Secara global, GRFC 2022 mencatat tingkat kelaparan tetap mengkhawatirkan seperti pada 2021.
Saat itu, sekitar 193 juta orang mengalami rawan pangan tingkat tinggi hingga membutuhkan bantuan mendesak di 53 negara.
Sementara laporan Sofi 2022 mencatat angka kelaparan penduduk dunia mencapai 828 juta orang pada 2021.
Angka tersebut meningkat 46 juta orang dibandingkan pada 2020, yaitu 782 juta orang.
Jumlahnya juga naik sebanyak 150 juta orang jika dibandingkan sebelum pandemi Covid-19.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga memprediksi jumlah angka kelaparan pada tahun 2030 mendatang mencapai lebih dari 670 juta orang.
Selain pandemi Covid-19, menurut Henry, tingginya jumlah angka kelaparan disebabkan oleh perubahan Iklim ekstrim, konflik sosial dan perang, penurunan dan pelambatan ekonomi, serta harga pangan sehat yang tidak dijangkau.
“Masih dari laporan SOFI tersebut, tidak kurang dari 2,3 milyar penduduk di dunia mendapatkan masalah dalam menjangkau atau mengakses pangan yang sehat pada 2021,” kata Henry Presiden Joko Widodo atau Jokowi beberapa kali memperingatkan ancaman krisis pangan.
Menurut Henry ancaman krisis pangan bisa terjadi dan tak bisa diselesaikan apabila kebijakan yang ditempuh justru memperkuat penyebab krisis pangan yang terjadi saat ini.
Ia berujar krisis pangan yang terjadi sekarang adalah krisis yang tak terselesaikan dari 2008 dan masa-masa sebelumnya.
Hal itu tercermin pada nilai tukar petani (NTP) yang dijadikan patokan kesejahteraan petani dan daya beli.Menurutnya, NTP pada 2022 belum memuaskan, fluktuatif, dan cenderung menurun.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), selama September 2022 terjadi kenaikan biaya yang dikeluarkan oleh petani di seluruh subsektor NTP.
Oleh karena itu, kata dia, tentu para petani di Indonesia akan semakin terbebani apabila tak ada perbaikan kebijakan.
“Karena sebelum kenaikan harga BBM, biaya produksi yang dikeluarkan pertanian konvensional trennya sudah meningkat ” ujarnya.
Faktor-faktor tersebut kemudian akan berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Laporan Sofi 2021 menunjukkan sekitar 1,9 juta penduduk Indonesia menghadapi masalah pangan.
Dampak pandemi juga sempet mengakibatkan kenaikan angka kemiskinan pada tahun 2020 dan perlahan-lahan menurun hingga Maret 2022.
RIANI SANUSI PUTRI Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini